Siapa pun tidak akan
menyangka kalau anak berusia 8 tahun yang tingginya tidak lebih dari pinggang
orang dewasa dapat membunuh dan melarikan diri dari dari sel dengan cara-cara
yang cerdik. Sebut saja namanya Rafi.
Sebenarnya Rafi adalah anak
yang cerdas. Ia adalah juara kelas di sekolahnya, juara menggambar, jagobermain
suling, juara mengaji dan azan di tingkat kanak-kanak. Kemampuan berhitungnya
lumayan menonjol. Bahkan dari balik sekolah di dalam penjara pun nilai
sekolahnya tercatat kedua terbesar tingkat provinsi. Lantas kenapa ia sampai
membunuh
Waktu
itu Rafi belum genap berusia tujuh tahun. Ayahnya yang berdagang di sebuah
pasar di daerah bekasi, dihabisi kepala preman yang menguasai daerah itu. Latar
belakangnya karena si ayah enggan membayar uang ‘keamanan’ yang begitu tinggi.
Berita ini rupanya sampai di telinga Rafi. Malam esok harinya setelah ayahnya
dikebumikan ia mendatangi tempat mangkal preman tersebut.
Bermodalkan
pisau dapur ia menantang orang yang membunuh ayahnya. “siapa yang bunuh ayah
saya!” teriaknya kepada orang yang ada di empat itu.
“Gue
terus kenapa?” ujar kepala preman yang membunuh ayahnya sambil disambut gelak
tawa di belakangnya.
Tanpa
banyak bicara anak kecil itu sambil melompat menghunuskan pisau ke perut si
preman. Dan tepat mengenai ulu hatinya, pria berbadan besar itu jatuh
tersungkur ke tanah. Rafi pun langsung lari pulang ke rumah setelahnya.
Akhirnya selesai sholat subuh esok paginya ia digelandang ke kantor polisi.
“Rafi
nih sering bikin repot petugas di Lapas!” ujar kepala lapas yang ikut menemani
saya mewawancarai Rafi sambil tersenyum. Ternyata sejak di penjara dua tahun
lalu. Anak ini sudah tiga kali melarikan diri dari selnya. Dan caranya pun
menurut saya tergolong ajaib.
Pelarian
pertama dilakukannya dengan cara yang tak terpikirkan siapapun. Setiap pagi
sampah-sampah dari Lapas itu di jemput oleh mobil kebersihan. Sadar akan hal
ini, diam-diam Rafi menyelinap ke dalam salah satu kantung sampah. Hasilnya 1-0
untuk Rafi. Ia berhasil keluar dari penjara.
Pelarian
kedua lebih kreatif lagi. Anak yang doyan baca ini pernah membaca artikel
tentang fermentasi makanan tape (ingat loh waktu wawancara usianya baru 8
tahun). Dari situ ia mendapat informasi bahwa tape mengandung hawa panas yang
bersifat destruktif terhadap benda keras. Kebetulan pula di Lapas anak ini
disediakan tape uli dua kali dalam seminggu. Setiap disediakan tape, Rafi
selalu berpuasa karena jatah tape itu dibalurkannya ke dinding tembok sel
tahanannya. Hasilnya setelah empat bulan, tembok penjara itu menjadi lunak
seperti tanah liat. Satu buah lubang berhasil dibuatnya. 2-0 untuk Rafi. Ia
keluar penjara ke dua kalinya.
Pelarian
ke tiganya dilakukan ala Mission Imposible. Rafi yang ditugasi membersihkan
kamar mandi melihat ember sebagai sebuah solusi. Besi yang berfungsi sebagai
pegangan ember itu di simpannya di dalam kamarnya. Tahu bahwa dirinya sudah
diawasi sangat ketat, Rafi memilih tempat persembunyian paling aman sebelum
memutuskan untuk kabur. Ruang kepala Lapas menjadi pilihannya. Alasannya jelas,
karena tidak pernah satu pun penjaga berani memeriksa ruangan ini. Ketika
tengah malam ia menyelinap keluar dengan menggunakan besi pegangan ember untuk
membuka pintu dan gembok. Jangan tanya saya bagaimana caranya, pokoknya
tahu-tahu ia sudah di luar. 3-0 untuk Rafi.
Lantas
kenapa ia bisa tertangkap lagi? Rupanya kepintaran itu masih berada di sebuah
kepala bocah. Pelarian-pelarianny a didorong dari rasa kangennya terhadap
ibunya. Anak ini keluar dari penjara hanya untuk ke rumah sang ibunda tercinta.
Jadi dari Lapas tanggerang ia menumpang-numpang mobil omprengan dan juga
berjalan kaki sekian kilometer dengan satu tujuan, pulang!
Karena
itu pula pada pelarian Rafi yang ketiga, kepala Lapas yang juga seorang ibu ini
meminta anak buahnya untuk tidak segera menjemput Rafi. Hasilnya dua hari
kemudian Rafi kembali lagi ke lapas sambil membawa surat untuk kepala Lapas
yang ditulisnya sendiri.
Ibu
kepala, Rafi minta maaf, tapi Rafi kangen sama ibu Rafi. Tulisnya singkat.
Seorang anak cerdas yang harus terkurung dipenjara.
Jadi seperti itulah aksi
cerdiknya seorang bocah belum genap 8 tahun. Rasanya seperti menonton
film The
Shawshank Redemption (1994). saya hanya berandai-andai, jika saja
polisi bertindak cepat menangkap pembunuh si ayah (secepat polisi menangkap si
Rafi) pastinya saat ini anak pintar dan rajin itu tidak akan berada di tempat
seperti ini. Dan kreativitasnya yang tinggi itu bisa berguna untuk hal yang
lain.